Slade

Welcome in SMK Muhammadiyah Kramat, Jalan Garuda Nomor 9, Kemantran, Kramat, Tegal 52181. Telp. (0283)6144891 e-mail : smkmuhkramat@gmail.com Semangat Milad 1 Abad Hizbul Wathan"

Selasa, 03 April 2012

TIPS: Cara Menilai Kualitas Audio Video Secara Objektif

Date: 2011-12-12 | Author: David Susilo
image Ada peptah “bule” yang menyatakan “you can’t compare apples to oranges”.  Pepatah sederhana yang mudah dimengerti dimana kita tiba membandingkan buah apel dengan buah jeruk meski keduanya adalah buah-buahan.
Hal yang sama harus diterapkan dalam menilai kualitas audio video.  Kita tidak bisa menilai peralatan hanya berdasarkan selera, karena selera adalah sesuatu yang subjektif dan setiap orang memiliki selera yang berbeda.  Kalau kita menilai dengan subjektif, berarti penilaiannya tidak dilakukan secara benar.  Maksud saya begini.  Bagus tidaknya suatu alat maupun sistem tidak hanya tergantung dari spesifikasi dan performa peralatan tetapi tergantung pula dari situasi ruangan serta referensi yang digunakan sebagai bahan perbandingan.  Tanpa referensi serta situasi ruangan yang konstand dan standar maka penilaian antar alat tidak akan bermakna sama sekali.



Menurut saya, untuk bisa menilai segala sesuatu dengan benar diperlukan:
- ruangan yang dikalibrasi (baik dari segi akustik, floor noise, lighting).  Kalau sampai tidak bisa setidaknya perbandingan harus selalu dilakukan di dalam ruangan yang sama.
- Peralatan harus dikalibrasi.  Maksud saya, kalau mau menilai TV, seharusnya TV-nya dikalibrasi dengan benar ke 6500 Kelvin (D65, standar ISF/THX/SMPTE).  Mau menilai Blu-ray player, yah playernya harus dihubungkan ke display yang sudah dikalibrasi pula
- Jarak tonton dan dengar yang maksimal.   Jangan menonton terlalu dekat maupun terlalu jauh.  Sebaiknya jarak tonton jangan lebih dari 2x diagonal layar dan jarak itu harus konstan bila membandingkan satu TV dengan TV lainnya.  Begitu pula bila menilai speaker.  Jarak antara berbagai macam speaker yang diuji coba harus seragam.
- Gunakan test pattern dari Blu-ray dengan standar reference macam Avia, Digital Video Essentials, serta THX Calibration Disc.
- Level suara harus disamakan setidaknya dengan reference SMPTE (75 dB average, 105 dB peak, C-weighting) atau THX (85 dB average, 115 dB peak, C-weighting) dan antar alat volumenya harus persis 100% karena perbedaan +0.5 dB (ya, setengah decibel lebih kencang) di suatu alat akan secara psikologis membuat kita condong lebih menyukai alat yang lebih kencang suaranya.  Ditambah lagi, sebetulnya mereproduksi suara dengan baik dengan volume rendah itu jauh lebih sulit daripada mereproduksi suara dengan baik dengan volume yang tinggi.
- Harus bisa membedakan antara “enak didengar/dilihat” dengan “reference quality” karena yang enak dilihat dan didengar itu belum tentu transparang dengan kualitas reference.  Contohnya bila kita gunakan Blu-ray Mamma Mia, karena palet warna yang digunakan sengaja dibuat “artistik” maka kita tidak bisa menilai alat mana yang bisa mereproduksi video itu dengan akurat.

Adapun rekomendasi cakram Blu-ray yang bisa saya berikan sebagai referensi adalah sebagai berikut:
Sin City, untuk reproduksi hitam putih absolut.  Film ini penuh dengan warna putih total dan hitam total, bila hitam dan putih yang direproduksi tidak akurat, akan sangat kelihatan
Insidious, untuk reproduksi shadow detail, bila setting TV terlalu gelap, shadow detail hilang.
The Box, bagian pembukaan untuk test panning dari kiri ke kanan, suara mesin ketik harus sejajar antara speakers L, C, R, tidak boleh naik turun.
The Sound of Music, untuk referensi warna natural.  Rumput harus sehijau rumput, langit harus sebiru langit.  Tidak lebih, tidak kurang.
Konser Chris Botti (yang mana saja), terserah mau pilih cakram Blu-ray yang mana, semuanya sama-sama akurat baik reproduksi warna, shadow detail, maupun suara.  Seharusnya cakram ini diputar sekencang suara terompet yang sesungguhnya dan bila receiver maupun speaker mampu mereproduksi semuanya dengan benar tanpa distorsi, maka speaker dan receiver yang anda miliki sudah memenuhi standar minimal.  Hal ini disebabkan oleh kompleksitas dinamika konser-konser Chris Botti.
Disney Bolt, Langsung loncat ke chapter 2 (berjudul “5 years later”) untuk men-test apakah receiver serta subwoofer anda memiliki tenaga simpanan yang cukup.  Banyak sekali receiver serta HTiB entry level yang gagal total mereproduksi klip yang panjangnya tidak lebih dari lima menit ini karena dinamika yang luar biasa secara nonstop.

Beberapa cakram Blu-ray yang harus dijauhi karena sama sekali tidak memenuhi standar reference adalah sebagai berikut:
Diana Krall Live in Rio, Kualitas gambar yang sangat buruk serta rekaman suara yang kurang memadai membuat kita tidak bisa menilai kualitas gambar maupun suara.
Mamma Mia, Palet warna yang diproses “artistik” (baca: aneh) dan rekaman suara yang penuh sibilans membuat penilaian kualitas warna tidak memungkinkan dan penilaian kualitas suara juga mustahil.
Planet Terror / Machete / El Mariachi / Death Proof, Semua film diatas sengaja dibuat dengan warna pudar, bergetar (jittery) dengan soundtrack yang kasar (scratchy) membuat penilaian apapun menjadi mustahil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar